selamat datang di blog Badan eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Mulawarman. blog ini merupakan program kerja departemen jaringan dan hubungan masyarakat bem fkip. terima kasih atas kunjungannya. semiga bermanfaat. teruslah berkarya untuk agama dan bangsa.

Minggu, 30 November 2008

Merenung Sejenak Untuk Para Guru Indonesia

Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sbagai prasasti trima kasihku tuk pengabdianmu
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa

Bait yang indah dan selalu dikenang, terlebih setiap 25 November dalam rangkaian peringatan Hari Guru Nasional. Tak ada yang menampik bahwa lagu ini memang indah. Sayang, keindahannya tidak berjalan linier dengan nasib penciptanya, Sartono, guru kesenian di SLTP Kristen Santo Bernandus Madiun, Jawa Timur. Juga nasib mayoritas guru di Indonesia.

27 tahun sudah usia hymne ini. Selama itu pula gelar 'pahlawan tanpa tanda jasa' selalu disandangkan kepada guru. Di satu sisi gelar ini amat menyanjung, namun di sisi yang lain justru kurang menguntungkan bagi profesi guru. Pasalnya, seringkali penghargaan yang diterima tak lebih dari sekadar pemanis bibir dan hanya bersifat slogan.


Dengan alunan lagu hymne guru marilah kita renungkan sejenak dunia pendidikan kita. Akhir-akhir ini dunia pendidikan kita sangat membutuhkan perhatian dan penanganan serius karena terjadi kesemrawutan dalam pengelolaan pendidikan nasional.
Desentralisasi pendidikan belum menunjukkan hasil signifikan. Pergantian kurikulum belum menampakkan hasil nyata. Semula kita amat berharap kepada kurikulum muda yang bernama KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yang kemudian berganti baju menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Pada dasarnya kurikulum ini menuntut guru bertindak aktif-kreatif, bukan sekadar menjadi robot-robot birokrasi.

Guru dituntut bisa mendorong peserta didik untuk sadar akan potensi yang dibawanya, kemudian menemukan pengetahuan dan menguasai kompetensi-kompetensi tertentu sesuai potensi-potensi tersebut baik di ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Yang juga belum beres adalah standar pelayanan minimal pada satuan pendidikan, standar minimal nilai kelulusan siswa sekolah, serta ujian nasional. Belum juga ada pertanda penetapan APBN dan APBD pendidikan sudah sesuai UUD 1945 dan UU No 20/2003.

Guru memang bukan satu-satunya elemen penentu keberhasilan pendidikan, namun tidak berlebihan apabila dikatakan guru adalah kunci utama pendidikan. Perubahan kurikulum dengan beragam julukannya --CBSA, KBK, KTSP, atau apa pun sebutannya-- tidak akan membawa perbaikan yang signifikan manakala manusia dewasa yang bernama guru itu tidak memahami dan menjalankan profesinya secara kreatif dan bertanggung jawab.

Guru adalah ujung tombak pendidikan, sementara birokrasi pendidikan hanyalah motivator untuk melejitkan kecerdasan dan kreatifitas mereka. Guru yang cerdas dan kreatif tentu paham tentang hak kebebasannya berekpresi, sehingga ia tidak selalu dalam bayang-bayang kekhawatiran salah prosedu atau menyalahi standar birokrasi.

Dalam meneropong persoalan ini, Ketua Program Magister Manajemen Uinversitas Indonesia Rhenald Kasali mengklasifikasi guru dalam dua tipe: guru kurikulum dan guru inspiratif. Yang pertama amat patuh kepada kurikulum dan merasa berdosa bila tidak bisa mentransfer semua isi buku yang ditugaskan. Yang ia ajarkan hanyalah sesuatu yang standar (habitual thinking).

Sementara tipe kedua bukanlah guru yang mengejar kurikulum, tetapi mengajak murid-muridnya berpikir kreatif (maximum thinking). Ia mengajak murid-muridnya melihat sesuatu dari luar (thinking out of box), mengelola dan meramunya di dalam, lalu membawa kembali keluar untuk masyarakat luas.

Jika tipe pertama menghasilkan manajer-manajer yang andal, maka tipe kedua melahirkan pemimpin-pemimpin yang berani merobohkan kebiasaan lama yang kontraproduktif. Kedua tipe ini sama-sama dibutuhkan, karena salig melengkapi. Tetapi ironisnya, sistem sekolah kita hanya memberi tempat bagi guru kurikulum. Padahal guru inspiratif amat menentukan masa depan bangsa agar keluar dari krisis. Ketika guru inspiratif kian dibelenggu dan dikerangkeng, maka semakin sulit bangsa ini keluar dari krisisnya.

Guru dituntut bisa mendorong peserta didik untuk sadar akan potensi yang dibawanya, kemudian menemukan pengetahuan dan menguasai kompetensi-kompetensi tertentu sesuai potensi-potensi tersebut baik di ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

Idealisme ini tentunya tidak kita inginkan hanya ada di angan. Guru tidak hanya pasif dan cenderung taken for granted terhadap pernak-pernik kurikulum yang dititahkan oleh birokrasi pendidikan. Entah guru yang salah ataukah memang demikian skenario buruk yang dirancang birokrat untuk meng-golkan proyek-proyeknya. Wallahu a'lam

Sebagai pendidik Jangan sampai hanya sekadar melakukan transfer pengetahuan dari dalam buku pelajaran, kemudian menyimpannya di dalam otak peserta didik, lalu mengeluarkannya manakala ujian digelar. Hasil pungkasannya adalah angka-angka fantastis di atas selembar ijazah.

Sangat tepat dengan Peringatan Hari Guru Nasional 2008 ini para guru melakukan refleksi dan otokritik. Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan, para guru juga harus berusaha meningkatkan kompetensi diri. Empat kompetensi guru, yakni kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial, sudah seharusnya tak hanya sekadar hafalan dan retorika belaka, tetapi benar-benar menyatu secara afektif dan mewujud dalam aksi nyata.

SELAMAT HARI GURU NASIONAL, BRAVO PENDIDIKAN INDONESIA!!!!


0 komentar:

Posting Komentar